Kamis, 07 Agustus 2014

#opini Stand Up Comedy



Saya selalu suka komedi
Mulai dari sitkom, slapstick, parodi, dan yang terbaru adalah stand up comedy

Sebelum stand up comedy betul-betul booming di Indonesia, sebenarnya saya selalu sering menonton acara seperti itu di TV karena kebetulan dulu di rumah saya ada TV kabel yang menyiarkan acara-acara komedi. Meskipun begitu, nanti tahun 2012 saya baru tahu kalau jenis komedi tunggal ini disebut stand up comedy.

Dulu sebenarnya saya adalah salah satu orang yang pesimis kalau stand up comedy bisa jaya di Indonesia. Alasannya sederhana, karena materi yang ada dalam pertunjukan stand up comedy biasanya susah diterima oleh kebanyakan orang Indonesia. Materi stand up comedy biasanya selalu seputar current isseu yang terjadi di tengah masyarakat dan tipe komedi yang mengangkat tema seperti ini sudah lama ditinggalkan komedian kita.

Namun apa yang terjadi ternyata tidak seperti itu. Setelah saya melihat stand up comedy, terutama yang dibawakn oleh Pandji Praagiwaksono dan Raditya Dika, saya langsug berbalik 360 derajat mendukung bahwa komedi ini akan booming.

Gaya pembawaan stand up comedy kita memilki ciri khas tersendiri. Ciri khas ini mengingatkan saya pada pertunjukan MOP papua. Pertunjukan MOP papua sangat lucu dan membuat kita jungkir balik tertawa, bukan hanya karena cara pembawaannya namun juga isi lawakannya. Silahkan cek sendiri di Youtube. Mungkin ini juga alasan komedian seperti Arie Kriting dan Abdur sangat bagus saat di atas panggung.

Ketertarikan saya pada stand up comedy ini kemudian menjadi suatu keinginan bagi saya untuk menjadi seorang komika (sebutan untuk komedian yang mempertunjukkan stand up comedy), apalagi waktu itu di daerah saya sudah dibentuk komunitasnya sendiri. Saya pun kemudian jadi sangat antusias waktu itu.

Namun niat tersebut kemudian saya urungkan karena adanya beberapa alasan.

Yang pertama, saya ini orangnya kurang cerdas. Banyak orang yang bilang bahwaa seorang komika haruslah orang yang cerdas. Entah dengan orang lain, namun bagi saya seseorang bisa dikatakan cerdas ketika dia bisa cepat untuk berpikir. Dalam konteks komedi, berarti orang tersebut harus berpikir cepat untuk bisa menghasilkan sesuatu yang lucu. Orang yang cerdas memiliki kemampuan berimprovisasi untuk menemukan kelucuan dalam waktu singkat dan hal inilah yang tidak bisa saya lakukan.

Berpikir saya lemot.

Jangankan untuk komedi, dalam kehidupan sehari-hari pun saya selalu lamban untuk berpikir. Makanya dulu saya sering kena marah sama guru saya waktu sekolah..hahahaha..

Hal kedua yang membuat saya mengurungkan niat untuk menjadi komika adalah karena saya kurang rapih dalam menulis. Dalam sebuah komedi atau secara khusus stand up comedy, penulisan materi sama dengan penulisan skenario cerita.  Bit harus disusun secara sistematis mulai dari yang memiliki gelak tawa yang sedikit hingga yang paling banyak pada bagian akhir. Ini mungkin terdengar mudah tapi jika anda mau mencobanya hal ini akan menjadi sangat sulit, terutama ketika writers block muncul yang memancing kita menjadi semakin malas. Sampai saat ini saya masih terus berlatih untuk menulis serapi mungkin, maka dari itu saya menganggap diri saya belum layak untuk mejadi komika ataupun performer panggung.

Hal ketiga ialah saya orangnya kurang lucu.
Menurut saya seorang komedian dikatakan lucu ketika bit yang dilemparkannya memiliki 2 arah, yaitu dapat membuat tertawa dirinya sendiri maupun penonton sebagai penikmat dari bit yang dilemparkannya.

Saya pernah mencoba untuk berkomedi ke beberapa kerabat saya tentang grup band kotak yang seharusnya mengganti nama karena kehilangan satu personilnya. Ternyata bit komedi yang saya lemparkan ke mereka hanya itu bersifat 1 arah, saya tidak tahu alasannya tapi menurt saya mereka tidak mengikuti berita musik sehingga tidak menangkap apa yang saya sampaikan dengan baik. Akhirnya, bit komedi yang saya lemparkan ke mereka jadi garing karena mereka menggapnya tidak lucu.

Hal keempat yang membuat saya semakin tidak pantas untukk menjadi komika adalah karena saya ini orangnya bantam atau banci tampil. Saya selalu demam panggung.

Selalu

Saya ini adalah seorang Mentalis, meskipun masih dalam taraf amatir. Dan sampai sekarang ini saya baru naik panggung sebanyak 3 kali, itupun juga karena dipaksa sama teman.
Begitu pun dengan bermusik. Banyak teman saya yang bilang bahwa suara saya ini lumayan bagus, namun saya betul-betul menyanyi di atas panggung baru satu kali dan itupun, lagi-lagi, karena terpaksa.

Kata orang, demam panggung akah hilang jika dibiasakan. Tapi bagi saya itu mungkin tidak akan pernah berlaku. Ada sesuatu dalam diri saya yang membuat saya tidak bersenyawa dengan tempat yang namanya panggung atau apapun jenisnya. Saya lebih suka mempertunjukkan apa yang saya bisa ketika saya nongkrong dengan kerabat ataupun teman saya. Bukan di tempat yang formal seperti panggung.

Dengan apa yang saya ceritakan tadi bisa dibayangkan. Dari 2 hal yaang saya bisa lakukan dengan baik pun saya masih belum berani untuk tampil, bagaimana dengan stand up comedy yang jelas-jelas saya belum sepenuhnya bisa?

Maka dari itu saya pribadi menyimpulkan tidak bisa menjadi komika, setidaknya dalam waktu dekat ini karena saya menganggap saya masih butuh waktu untuk berlatih.

Nah, karena tidak bisa menjadi komika, maka jadilah saya hanya sebagai penonton atau penikmat stand up comedy. Dan sebagai penikmat dan penonton yang budiman, tentunya saya punya kritik tersendiri terhadap stand up comedy, khusunya yang ada di Indonesia.
Boleh kan??

Sebelumnya saya ingin menjelaskan dulu stand up comedy dari prespektif saya pribadi.

Pada dasarnya stand up comedy memiliki sub genre yang sangat besar yaitu observastional comedy.

Komedian yang bersifat Observational mengambil materi komedinya dari hasil pengamatan kehidupan sehari-hari yang menjadi keresahannya lalu dari hasil pengamatan tersebut dibuat punchline yang cendurung bergaya sarkastik, satir, hiperbolik, dan sebagainya. Contoh komedian seperti ini adalah Jerry Seinfield, yang menurut sebagian orang adalah bapaknya Observational Comedy. Untuk komika Indonesia, Pandji Pragiwaksono dan yang paling baru yaitu Abdur dan David adalah contoh  komika dengan materi Observational.

Saya melihat dari kacamata seorang penikmat, terkadang keresahan yang ingin disampaikan menjadi punchline dalam komedi observational oleh para komika kita selalu cuma ikut-ikutan. Ketika komika ini membahas mengenai keresahannya mengenai kejombloan, dia ikut bikin materi tentang jomblo. Ketika komika yang itu membuat materi karena resah akan politik di Indonesia, dia juga ikut. Hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah. Namun, seharusnya jika memilki keresahan yang sama dengan orang lain setidaknya kita memiliki point of view yang berbeda dengan orang lain itu.

Misalnya saya dan teman saya punya keresahan yang sama mengenai cuaca kota Makassar yang sangat panas, namun saya memeliki keresahan bahwa saya tidur siang saya terganggu karena cuaca panas itu, sedangkan keresahan dia adalah karena dia takut tambah hitam gara-gara cuaca panas itu. Kira-kira seperti itu yang saya maksud.

Sampai disini dulu tulisan opini, curhat, cuap-cuap, dan koar-koar saya soal stand up comedy

Ciao..!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar disini..!!!!