Sebagai seorang staf keuangan di salah satu media cetak terbesar
di Sulawesi Selatan, saya cukup paham bahwa dua hingga tiga tahun terakhir ini
adalah masa-masa suram bagi sebuah perusahaan media cetak. Dari sekian banyak
faktor yang menyebabkan masa suram ini, yang cukup menakutkan bagi sebuah
perusahaan media cetak adalah mudahnya akses berita melalui internet secara cuma-cuma
sekarang ini. Dengan jumlah langganan yang diperoleh semakin menurun tiap
harinya kemudian diperparah dengan biaya operasional yang semakin tinggi untuk
mencetak sebuah koran atau majalah, menjadi hal yang wajar kemudian jika kita
mendengar kabar bahwa ada media cetak beralih bentuk ke media online atau malah
berhenti beroperasi sama sekali. Hal ini memberikan pertanyaan besar yang
selalu menggantung di kepala saya:
“apakah benar sudah
saaatnya sebuah media cetak tergantikan oleh media online?”
Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak. Semuanya terantung
seperti apa model media online itu sendiri. Untuk sebagian besar media online
yang ada di tanah air, saya akan menjawab tidak untuk pertanyaan ini.
Sebagai seorang yang dibesarkan dengan budaya membaca sejak
kecil, saya cenderung tidak tertarik dengan cara beberapa media online
menyajikan berita di laman daring mereka. Artikel yang terbilang pendek dengan
dua hingga tiga paragraf saja itu memang terkesan mudah untuk dipahami, namun
pada dasarnya minim akan informasi. Informasi yang terlalu cepat dan terlalu banyak ini juga
membuat pembaca jadi tidak fokus pada satu berita karena ditumpuk-tumpuk dalam
satu waktu.
Sebagai contoh, berita pejabat A ditangkap karena kasus korupsi
muncul di kanal berita B. Follow up
dari berita kasus korupsi pejabat A itu muncul beberapa menit kemudian di kanal
yang sama. Lalu tiba-tiba seorang pembalap MotoGP mengalami kecelakaan parah. Kanal
berita tadi pun kemudian beralih fokus ke perstiwa kecelakaan tadi dan meninggalkan
kasus pejabat A dengan informasi yang tidak lengkap. Informasi yang
sepotong-sepotong seperti ini rentan sekali untuk dijadikan sebagai sumber
kericuhan, terutama di sosial media. Belum lagi jika kanal berita online itu
kemudian dimiliki oleh kelompok tertentu. Kesimpangsiuran berita akan semakin
tidak jelas.
Maka dari itu, pamahaman yang mengatakan bahwa media online
akan segera menggantikan media cetak (dalam hal ini media cetak yang ada di
Indonesia) adalah pemahaman yang salah menurut saya. Selagi masih menggunakan
metode yang mereka pakai sekarang ini, media online di tanah air masih belum
bisa untuk menggantikan posisi media cetak. Terutama untuk penikmat artikel
berita fitur, investigasi dan opini seperti saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar disini..!!!!