Ada dua film hollywood adaptasi anime/manga yang sangat saya
tunggu tahun ini. Dua film itu adalah Ghost in the Shell dan Death Note. Dua
judul ini cukup menjanjikan untuk dibuat adaptasi hollywood-nya karena memiliki
genre dan premis cerita yang sangat hollywood banget. Ghost in the Shell dengan
sci-fi thriller dan Death Note dengan genre horror crime thriller-nya. Saya
melewatkan Ghost in the Shell dua bulan lalu, jadi saya tak akan mencoba
bercerita tentang filmnya sampai saya menontonnya. Sedangkan Death Note, baru
sekitar dua hari yang lalu saya menontonnya dan hasilnya..
Amburadul.. -_-
Sebelum saya membahas film adaptasi hollywood-nya yang
amburadul itu, mari saya jelaskan dulu apa itu Death Note.
Death Note adalah serial manga/anime yang bercerita tentang
sebuah buku mematikan. Apabila dituliskan nama seseorang di dalam buku
tersebut, orang yang namanya ditulis
akan mati. Buku Death Note itu merupakan milik dewa kematian (Shinigami)
bernama Ryuk yang dia jatuhkan ke dunia manusia yang kemudian ditemukan oleh
Light Yagami, seorang siswa SMA terpandai seantero Jepang. Setelah melakukan
beberapa percobaan dan pembuktian, Light Yagami menggunakan buku itu untuk
membersihkan dunia ini dari orang jahat dengan cara membunuh para pelaku kriminal.
Ada 2 plot besar yang ada dalam serial Death Note ini.
Yang
pertama ialah tentang ambisi Light Yagami untuk menjadi dewa di dunia baru yang
ia ciptakan dengan membunuh para pelaku kriminal. Dia menciptakan sebuah persona
bernama Kira dan secara berangsur-angsur memiliki pengikut. Dalam mencapai
ambisinya menjadi dewa, dia juga tak segan-segan memanipulasi orang lain atau
bahkan sampai membunuhnya menggunakan Death Note.
Plot yang kedua ialah tentang aksi kucing-kucingan antara L
dengan Kira. L adalah tokoh utama kedua di serial ini dan merupakan seorang
detektif swasta yang punya reputasi tinggi dalam memecahkan kasus besar. L berusaha
memecahkan kasus kematian misterius para pelaku kriminal ini dan sampai pada
kesimpulan bahwa Light Yagami adalah Kira. Karena tak memiliki bukti, L pun
kemudian melakukan penyelidikan pada Light Yagami. Setelah tahu dia selidiki,
Light pun mencoba mencari tahu nama sebenarnya dari L untuk membunuhnya dengan
Death Note. Plot ini menjadi menarik karena menyakasikan pertarungan L vs. Kira
ini layakanya melihat 2 orang pemain catur yang saling mencari celah satu sama
lain. Selain itu, kepribadian L dan Light Yagami yang kontras selalu menjadi
bumbu cerita yang menarik untuk diikuti, terutama pendapat mereka berdua
tentang apa itu keadilan yang terkadang membuat kita sebagai pembaca/penonton
juga bertanya-tanya seperti apa sebenarnya keadilan itu.
Kira-kira seperti itu garis besar cerita dari Death Note. Masih
agak kurang lengkap sebetulnya karena banyak hal menarik yang sukar saya
jelaskan. Baca manga atau tonton saja anime-nya sendiri untuk lebih jelasnya.
Sebelum di adapatasi oleh hollywood, sebenarnya sudah pernah
dibuat adaptasi Death Note ke film dalam versi Jepang. Bahkan sampai 3 seri
kalau tidak salah. Tapi baik Jepang ataupun Hollywood, belum ada satupun yang
sanggup membuat film Death Note yang fenomenal seperti apa yang dicapai oleh
manga/anime-nya. Seperti halnya film Jepang lain yang diadaptasi dari
manga/anime, akting para aktornya kaku seperti papan tripleks. Entah apa
masalahnya film-film Jepang ini dalam mengadaptasi anime/manga. Ceritanya pun
terlalu dipercepat dan dipadatkan. Namun ini bisa dimaklumi karena
mengadaptasikan 12 volume manga dan 37 episode anime itu ke dalam film yang
cuma berdurasi kurang lebih dua jam adalah hal yang cukup sulit.
Baiklah, mari kita kembali pada persoalan adaptasi Death
Note ke film yang amburadul itu.
Adapatasi hollywood dari Death Note ini cukup menjanjikan
sebetulnya. Karena seperti yang saya tulis di awal tadi, genre Death Note ini
sangat hollywood banget, tidak seperti manga/anime kebanyakan. Yang
mengadaptasikannya pun adalah Netflix yang sudah punya cukup reputasi yang
bagus untuk jenis cerita macam Death Note ini, contohnya seperti House of Cards
(kapan-kapan saya akan review tv series favorit saya ini :D).
Saya sebenarnya tidak mempermasalahkan perubahan karakter
yang jauh dari serial asli Death Note, justru itu membuat filmnya jadi
tambah menarik karena membuat kita penasaran. Masalahnya, tak satu pun dari
aktor-aktor ini yang memerankan karakter itu dengan baik. Hanya karakter Ryuk
(yang diisi suaranya oleh aktor kawakan Willem Dafoe) yang berhasil diperankan
dengan baik. Ryuk di film ini jadi lebih manipulatif dan Willem Dafoe sebagai
pengisi suaranya sangat menghayati. Selebihnya, tak ada yang benar-benar
membuat kita simpati dengan dengan karakternya. Entah skrip filmnya belum
matang atau memang sutaradaranya yang kurang bisa menyampaikan isi skrip secara
utuh sehingga filmmnya jadi tidak sempurna.
Satu hal lagi yang membuat saya kecewa adalah dihilangkannya
dua plot besar yang saya tulis di atas tadi sehingga membuat filmnya menjadi
sebuah film horror-gore tak berotak yang
bahkan tidak lebih bagus dari 5 seri Final Destination.
Yah, intinya saya sebagai orang yang sangat suka dengan
Death Note sangat kecewa dengan film adaptasinya yang dibuat oleh Netflix. Lalu
kemudian mungkin ada yang berpikir:
“jangan dibanding-bandingkan. Anime/Manga berbeda dengan
film Live-Action”
Bagaimana ya? Salahnya Netflix juga sebenarnya kenapa nekat
membuat adaptasi dari manga/anime. Yang namanya adaptasi, pasti dibandingkan
sama versi aslinya. Lagipula kalau Netflix mau buat cerita yang benar-benar
baru, kenapa tidak membuat yang baru sekalian. Tidak usah pinjam nama dari film
atau serial yang sudah ada.
Ya, sudahlah. Intinya saya kecewa.